Dalam peperangan modern, sistem pertahanan udara suatu negara memegang peranan sangat penting, seperti yang terlihat pada konflik antara Israel dan Iran baru-baru ini. Perhatian utama tertuju pada Iron Dome, andalan pertahanan udara Israel. Sistem ini menjadi andalan utama Israel dalam menghadapi ribuan roket yang diluncurkan oleh Hamas, Iran, serta Hizbullah di Lebanon. Dengan Iron Dome, Israel mampu menekan jumlah korban jiwa dan melindungi aset strategisnya. Iron Dome dikenal sebagai salah satu sistem pertahanan udara yang paling efektif di dunia dan dikembangkan oleh Amerika Serikat.
Jika Israel punya Iron Dome, lalu sistem pertahanan udara apa yang dimiliki Indonesia? Seiring perkembangan teknologi persenjataan, negara-negara juga harus terus memutakhirkan sistem pertahanan udara mereka. Terdapat beragam sistem pertahanan udara di dunia, baik yang dikembangkan oleh pemerintah suatu negara maupun pihak swasta. Negara memilih sistem pertahanan udara berdasarkan karakteristik geografis, strategi perang, dan faktor-faktor penting lainnya. Amerika Serikat sebagai negara adidaya memiliki sejumlah sistem pertahanan udara seperti Iron Dome, THAAD, dan NASAMS. Rusia memiliki S-400 Triumf dan Pantsir S1. Sementara itu, China memiliki HQ-9 dan HQ-22. Negara-negara tersebut juga memiliki kekuatan udara lainnya seperti pesawat tempur dan drone yang mengandalkan sistem pertahanan udara. Indonesia pun demikian.
Menurut situs resmi Kementerian Pertahanan, sejak tahun 1960-an, Indonesia telah memiliki sistem pertahanan udara Peluru Kendali (Rudal) SAM 75. Rudal SAM 75 buatan Uni Soviet ini digunakan Indonesia pada operasi Trikora. Rudal SAM 75 sangat populer selama Perang Dingin. Namun, dibandingkan sistem pertahanan udara lainnya, Rudal SAM 75 lebih mirip misil biasa yang dioperasikan manual tanpa sensor. Ini berbeda dengan sistem pertahanan udara modern yang mulai berkembang pada 1990-an. Contohnya, Rudal SAM 75 hanya bisa menarget pesawat bomber atau pesawat yang terbang lambat. Sedangkan, sistem pertahanan udara modern bisa menarget banyak sasaran, seperti pesawat, rudal jelajah, drone, dan rudal balistik. Meskipun demikian, Indonesia tidak lagi menggunakan Rudal SAM 75 sejak awal 1980-an.
Saat ini, Indonesia menggunakan National Advanced Surface to Air Missile System (NASAMS) sebagai pengganti Rudal SAM 75. NASAMS pertama kali muncul pada era 1990-an. NASAMS diproduksi oleh perusahaan senjata asal Norwegia, Kongsberg Defence and Aerospace, yang bekerja sama dengan Raytheon dari AS. Raytheon adalah perusahaan kedirgantaraan dan pertahanan terkemuka di dunia. Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan menandatangani pembelian NASAMS pada tahun 2017. Pada 31 Oktober 2017, situs resmi Kongsberg mengumumkan penandatanganan kontrak senilai 77 juta dolar AS dengan Kementerian Pertahanan terkait penjualan sistem pertahanan NASAMS. Kontrak tersebut mencakup pengiriman sistem lengkap NASAMS beserta pos komando, radar, peluncur, radio, pelatihan, dan dukungan logistik lainnya. "Misil AMRAAM akan dipasok secara terpisah berdasarkan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat," demikian yang tertulis di situs Kongsberg.
AMRAAM adalah jenis rudal buatan Amerika Serikat yang dapat diluncurkan dengan NASAMS. Jika diibaratkan secara sederhana, NASAMS itu bagaikan busur panah, sementara rudal AIM-120C AMRAAM adalah anak panahnya. Kongsberg menyatakan bahwa NASAMS adalah sistem pertahanan yang sanggup menjaga aset penting sipil maupun militer di darat dari serangan udara. "Keleluasaan dan sifat modular NASAMS menjadikannya pilihan utama dunia dengan kemampuan khusus menghadapi ancaman udara masa kini," ujar Kongsberg. NASAMS dikabarkan mampu terhubung dengan beragam sensor dan persenjataan berbeda, termasuk dengan AMRAAM. Selain Indonesia, NASAMS juga dipakai oleh sejumlah negara lain, seperti Norwegia, Amerika Serikat, Australia, India, sampai Belanda. Merujuk laman resmi Kemenhan, NASAMS merupakan sistem pertahanan udara terpadu yang memakai rudal untuk melumpuhkan sasaran udara, didukung radar dan pos komando sebagai alat deteksi dan eksekusi target.
Seperti halnya sistem pertahanan udara modern pada umumnya, NASAMS juga memiliki kemampuan untuk menangkal rudal jelajah, rudal udara ke darat, pesawat tempur/pembom, drone serta helikopter. Pada tahun 2021, Indonesia memperkuat NASAMS dengan membeli 200 rudal AIM-120C AMRAAM, salah satu dari dua jenis rudal yang bisa dipakai NASAMS, selain AMRAAM-ER, untuk jangkauan yang lebih jauh hingga lebih dari 40 kilometer. Sementara jarak jangkau rudal AIM-120C AMRAAM yang dipakai Indonesia lebih pendek. Pada April 2021, Prabowo yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan, menempatkan NASAMS di Teluk Naga, Tangerang.
Jumlah pasti NASAMS yang dimiliki Indonesia belum diketahui. Akan tetapi, dengan wilayah seluas lebih dari 5 juta kilometer persegi, Indonesia tentu memerlukan sistem pertahanan udara yang mumpuni. Indonesia tidak cuma bergantung pada NASAMS. Indonesia juga memiliki teknologi pertahanan udara lainnya, termasuk berbagai macam rudal. Di samping itu, Indonesia juga mempunyai beragam jenis pesawat, mulai dari pesawat tempur, kapal pengangkut, drone, hingga helikopter tempur.